Monday 26 August 2013

Nelayan Kepri Buta Batas Wilayah Malaysia

INILAH.COM, Tanjungpinang - Lembaga Perikanan dan Kelauatan Indonesia menyatakan sebagian besar nelayan tradisional di Kepulauan Riau (Kepri) tidak mengetahui batas negara Indonesia dengan negara lain.

Akibatnya, banyak nelayan berurusan dengan aparat hukum Malaysia dan Singapura.

"Persoalan batas-batas negara Indonesia dengan Malaysia hingga sekarang belum tuntas sehingga merugikan nelayan Kepri. Beberapa nelayan lokal ditangkap aparat keamanan Malaysia karena dianggap memasuki wilayah administrasi negara itu," ungkap pengurus Lembaga Perikanan dan Kelautan Indonesia (LPKI) Kepri Marlis Markam, di Tanjungpinang, Minggu (28/7/2013).

Marlis menambahkan, nelayan yang ditangkap juga harus merelakan kapalnya dibakar oleh petugas Malaysia. Sementara mereka dipenjara dan dideportasi setelah menjalani hukuman. "Bagi nelayan yang pernah dihukum, hal itu yang biasa terjadi. Tetapi sebagian nelayan menjadi takut melaut," ungkapnya.

Hal ini disampaikan Marlis saat menjadi narasumber pada seminar "Menguatkan Kedaulatan Kelautan di Kawasan Perbatasan" yang diselenggarakan Komunitas Bakti Bangsa dan Badan Eksekutif Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pembangunan Tanjungpinang, Minggu kemarin.

Ia menegaskan bahwa batas negara merupakan masalah serius yang seharusnya diselesaikan secara cepat dan tepat. Jika dibiarkan mengambang, maka jumlah nelayan lokal yang menjadi korban akan semakin banyak.

Namun, penangkapan nelayan asal Kepri oleh aparat penegak hukum Malaysia juga dipertanyakan karena batas wilayah administrasi antara Indonesia dengan Malaysia belum tuntas. Beberapa waktu lalu petugas Dinas Kelautan dan Perikanan Kepri yang sedang bertugas di perairan Berakit, Kabupaten Bintan sempat ditangkap aparat keamanan Malaysia.

"Batas-batas negara Indonesia dengan Malaysia yang belum tuntas menyebabkan Indonesia dirugikan. Petugas Malaysia terlalu berlebihan menegakkan hukum, hingga berani memasuki kawasan Kepri," ujarnya.

Menurut dia, nelayan Kepri membutuhkan GPS sebagai pemandu saat melaut. Pemerintah sebaiknya menyediakan GPS dan memberikan pembinaan kepada nelayan agar dapat memanfaatkannya secara optimal. "GPS dapat meminimalisir pelanggaran yang dilakukan nelayan lokal," ungkapnya.

Selain masalah batas negara, ia mengimbau pemerintah untuk membantu nelayan dengan menyediakan alat tangkap ikan yang lebih canggih. Selama ini nelayan hanya menggunakan kapal kecil dan alat tangkap ikan yang sederhana. "Pemerintah wajib membantu nelayan. Nelayan juga harus memanfaatkan bantuan semaksimal mungkin, bukan untuk kepentingan sesaat," katanya.

Persoalan batas negara juga diungkapkan Asisten Intelijen Lantamal IV/Tanjungpinang Kolonel A Simatupang dalam seminar. "Pembahasannya alot hingga sekarang belum tuntas. Berbeda dengan batas Indonesia dengan Australia, yang sudah diselesaikan dengan baik," ujarnya.

Simatupang menyatakan kesiapan TNI AL dalam melindungi nelayan dari ancaman pihak asing. "Selama ini beberapa nelayan memberikan kontribusi informasi kepada petugas TNI AL yang sedang melakukan patroli di wilayah perairan Kepri," katanya.

No comments:

Post a Comment