Monday 26 August 2013

Masalah Pangan, Pengusaha Kaltim Cemas

SAMARINDA - Warning inflasi tinggi untuk skala nasional, diyakini tak bakal banyak berpengaruh di Kaltim. Hingga September, kemungkinan inflasi bakal terus menurun. Meski setelahnya diprediksi kembali naik, diperkirakan tak bakal setinggi Juli yang menyentuh 3,79 persen. Testimoni ini datang dari Bank Indonesia (BI) perwakilan Kaltim. Hanya saja, sejumlah pengusaha sudah telanjur cemas.
 
Hasil survei Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kaltim, menunjukkan pasokan bahan pangan di provinsi ini terus berkurang. Kondisi tersebut dikhawatirkan memicu kenaikan harga bahan pokok dan inflasi. Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan, Distribusi, dan Logistik Kadin Kaltim, Fakhruddin Noor, mendesak kebijakan pemerintah terhadap persoalan tersebut.
 
Dalam dua-tiga hari ke depan, internal Kadin akan menggelar rapat, menyikapi kondisi ini. “Ini masalah krusial,” sebut dia. Momen Ramadan pada Juli-Agustus lalu, memberi dampak besar terhadap pasokan bahan pokok di daerah. Untuk Kaltim, keberadaannya bergantung pasokan dari Pulau Jawa dan Sulawesi. Menurut Fakhruddin, Pemprov perlu mengatur strategi agar pasokan di Kaltim terjaga.
 
“Perlu dilihat bagaimana jalur distribusi ke Kaltim. Apakah dari jalur tersebut ada penimbunan barang di daerah lain? Kalau enggak ada, bisa dicari celahnya agar pasokan yang datang full,” kata dia, menyarankan. Namun demikian, persoalan bukan hanya dari faktor distribusi. Berdasar pengakuan distributor, kata Fakhruddin, permintaan barang dari pabrik belakangan kerap tak terpenuhi.
 
Rupanya produksi dari pabrik akhir-akhir ini belum maksimal. Mayoritas buruh belum aktif bekerja setelah libur Lebaran. Keadaan ini kerap terjadi dari tahun ke tahun setelah Idulfitri. Namun demikian, tahun ini berjalan lebih lama. Meski demikian, sinyal kondisi membaik terus digaungkan. Kekhawatiran inflasi tinggi melanda hingga akhir tahun secara nasional, diprediksi tak akan terjadi di Kaltim.
 
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Kaltim, Ameriza M Moesa, memperkirakan inflasi mulai menyusut sejak akhir bulan ini. "Dampak lanjutan kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak) memang masih terasa pada Agustus ini. Inflasi pun masih dipicu permintaan kebutuhan yang tinggi saat Lebaran lalu," ucapnya. Meski demikian, Ameriza meyakini angka inflasi pada bulan-bulan berikutnya tak akan setinggi Juli.
 
Seperti rilis Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, laju inflasi Kaltim pada Juli mencapai 3,79 persen (month to month). Terjadi perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 152,57 ke 158,36. Dengan pergeseran IHK tersebut, sampai Juli, inflasi Kaltim tahun ini telah mencapai 10,14 persen. Sedangkan secara year on year, laju inflasi Juli 2013 menyentuh angka 8,05 dibanding periode yang sama tahun lalu.
 
Untuk Agustus hingga September, inflasi diprediksi bakal terus turun. Meski Oktober hingga Desember terjadi inflasi, diyakini tak akan sehebat Juli lalu. Untuk berikutnya, inflasi di Kaltim (month to month) akan tetap kembali normal. "Meskipun tak mencolok, saya yakin akan mulai turun. Bisa seperti Juni lalu saja, sudah cukup bagus," tuturnya. Inflasi Kaltim pada Juni masih berada pada posisi 1,11 persen meskipun harga BBM naik pada bulan tersebut.
 
Ameriza menyebut, dampak kenaikan BBM terhadap inflasi memang baru terasa pada bulan-bulan berikutnya. "Dampak dari BBM hanya dirasakan di minggu-minggu terakhir. Juli lalu, memang puncaknya," tandas pria berkaca mata itu. Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jadi penyebab utama melonjaknya inflasi Juli, di samping tingginya permintaan kebutuhan selama Ramadan.
 
Inflasi Juli sebesar 3,79 persen merupakan yang tertinggi jika dibanding bulan-bulan sebelumnya tahun ini. Biasanya inflasi memang jarang menyentuh 3 persen. Tahun ini, baru terjadi pada Juli. Berdasarkan golongan pengeluaran, inflasi terbesar terjadi di bidang transportasi dan komunikasi, sebesar 7,87 persen. Di bawahnya, kategori makanan menyusul dengan inflasi sebesar 5,89 persen dan masih menjadi pemberi andil terbesar inflasi di Kaltim, dengan kontribusi sebesar 1,65 persen.
 
Tingginya andil inflasi dari kategori bahan makanan disebabkan sebagian besar komoditas pangan utama berasal dari luar daerah. Terlebih, kata dia, selama Ramadan yang berakhir awal bulan ini, permintaan bahan makanan juga melesat jauh dibanding bulan biasa. Kategori sandang menjadi satu-satunya kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi Juli lalu, hingga menyentuh 2,89 persen.
 
Di tiga TPID (tim pengendali inflasi daerah), yakni Samarinda, Balikpapan dan Tarakan, kelompok ini pun mengalami deflasi masing-masing sebesar 2,75 persen, 3,08 persen, dan 3,04 persen. Sedangkan untuk tiap-tiap TPID, Samarinda menjadi kota dengan inflasi tertinggi dibanding dua kota lainnya. Juli, laju inflasi Samarinda sebesar 4,10 persen.
 
Sama seperti angka inflasi Kaltim, transportasi dan komunikasi menjadi kelompok permintaan yang mengalami inflasi tertinggi di Kota Tepian, sebesar 7,23 persen diikuti bahan makanan sebesar 6,10 persen.

No comments:

Post a Comment